Wlcome Tab

Friday, 24 April 2015

Pertumbuhan Ekonomi, Industri, dan Permukiman Kumuh di Kota Semarang


Pertumbuhan ekonomi disamping dapat berdampak peningkatan pendapatan pada akhirnya juga akan berpengaruh pada pendapatan daerah. Semakin mampu menggali potensi perekonomian daerah yang ada, akan semakin besar Produk Domestik Regional Bruto dan Pendapatan Asli Daerah, sehingga mampu meningkatkan keuangan daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah.
Grafik Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi per Tahun
Kota Semarang Tahun 2007 - 2012 (Persen)
Sumber : PDRB Kota Semarang Tahun 2012
Terlihat sampai dengan tahun 2012, laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang mengalami senantiasa mengalami peningkatan. Tetapi pada tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan yang melambat, kemudian kembali meningkat lebih cepat pada tahun 2011 dan 2012. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tahun 2011 dan 2012 yang mencapai 6,41 dan 6,42 persen, mengalami peningkatan lebih cepat dibandingkan tiga tahun sebelumnya.
Berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi per sektor Kota Semarang atas dasar harga berlaku seluruh lapangan usaha pada tahun 2012 menunjukkan pertumbuhan positif. Lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan yang paling besar dibandingkan sektor ekonomi lainnya yaitu sebesar 13,89 persen, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar 12,03 persen. Peningkatan output pada sektor perdagangan, hotel dan restoran lebih dikarenakan sumbangan dari sub-sektor perdagangan dan besar dan eceran yang tumbuh mencapai angka 14,49 persen. Sedangkan sumbangan subsektor hotel hanya tumbuh sebesar 10,60 persen.
Rata-rata Pertumbuhan Sektor Ekonomi
Tahun 2012 (Persen)
Sumber : PDRB Kota Semarang Tahun 2012
Gambaran lebih jauh struktur perekonomian Kota Semarang dapat dilihat berdasarkan dari peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan total PDRB Kota Semarang. Sektor Primer yang terdiri dari sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian adalah sebagai penyedia kebutuhan dasar dan bahan, peranannya menurun menjadi 1,23 persen pada tahun 2012, dibanding tahun 2011 yang sebesar 1,31 persen. Demikian juga yang terjadi pada sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, Listrik dan air bersih serta sektor bangunan yang peranannya juga menurun dari 45,52 persen pada tahun 2011 turun menjadi 45,48 persen pada tahun 2012. Sektor tersier yang sifat kegiatannya sebagai jasa peranannya mengalami peningkatan juga dari 53,18 persen tahun 2011 menjadi 53,29 persen pada tahun 2012. Sektor tersier ini terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa lainnya. Pada tahun 2012 sumbangan terbesar masih diperoleh dari sektor Perdagangan sebesar 28,43 persen, peranannya naik dibanding tahun 2011 yang mencapai 28,01 persen. Sumbangan dari sektor Industri merupakan terbesar kedua yaitu sebesar 24,36 persen pada tahun 2011 mengalami kenaikan menjadi 24.63 persen pada tahun 2012.

Rata - rata Produk Domestik Regional Bruto per Kapita
Penduduk Kota Semarang Tahun 2007 – 2012
Tahun
Pendapatan Perkapita (Rp.)
Pertumbuhan (%)
Harga Berlaku
Harga Konstan
Harga Berlaku
Harga Konstan
2012
34.787.877,69
15.477.609,72
11,85
6,07
2011
31.101.843,10
14.591.728,43
11,51
6,27
2010
27.891.154,90
13.731.386,57
11,52
4,65
2009
25.010.837,45
13.121.875,16
9,94
4,00
2008
22.749.525,61
12.617.054,36
11,74
4,23
Sumber : PDRB Kota Semarang Tahun 2012
Pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Bila pada tahun 2000 adalah sebesar 9.180.071,90 rupiah, pada tahun 2012 telah mencapai 34.787.877,69 rupiah, berarti telah terjadi peningkatan sebesar 3,8 kali lipat selama 10 tahun. Dan jika dilihat berdasarkan harga konstan 2000, pertumbuhan pendapatan per kapita dalam pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan sebesar 6,07 persen. Dari kedua informasi tersebut dapat dikatakan bahwa pada tahun 2012 peningkatan pendapatan yang terjadi mampu mengangkat pendapatan per kapita hampir 1,6 kali lipat dibanding pada kondisi tahun 2000.
Jumlah permukiman kumuh Kota Semarang saat ini merebak di puluhan titik lokasi. Jika pada tahun 1963 terdapat 21 lokasi permukiman kumuh (slums and squatters), data penelitian tahun 2002 menunjukkan peningkatan menjadi 42 lokasi.Hasil penelitian Universitas Islam Sultan Agung Semarang (Unissula) tahun 2002 menunjukkan 13 titik lokasi permukiman kumuh berada di Kecamatan Semarang Utara. Titik-titik permukiman kumuh, kata Ketua Pusat Studi Planologi Unissula M Agung Ridlo, antara lain berada di daerah Krakasan, Makam Kobong, Stasiun Tawang, Bandarharjo, Kebonharjo, Kampung Melayu, Tanjung Mas, Dadapsari, Purwosari, Plombokan, dan Panggung.
Berdasarkan hasil studi yang sama, sejumlah kawasan di Kecamatan Tugu juga dihuni oleh kaum suburban. Agung menemukan permukiman kumuh di Mangkang Kulon, Mangkang Wetan, Mangunharjo, Randugarut, Karanganyar, Tugurejo, dan Jrakah. Daerah Semarang bagian utara menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang. Kawasan dekat pantai seperti Bandarharjo dan Mangunharjo menjadi pusat perdagangan dan industri yang menarik orang untuk datang dan bekerja.
Proses terbentuknya permukiman kumuh, terjadi karena para pekerja memilih tinggal di dekat tempat kerja. Perkembangan Kota Semarang bermula dari sekitar pelabuhan yang diikuti pertumbuhan industri di sekitar Genuk dan Kaligawe. Sementara perdagangan dan jasa berada di sekitar Johar. Perkembangan yang begitu pesat di pusat perdagangan, industri, dan jasa mengakibatkan kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Sementara pada bagian lain, para pendatang seringkali tidak memiliki keterampilan dan bekal yang cukup dari kampung halaman. Kondisi permukiman kumuh itu berbeda dengan standar permukiman yang ada di kota. Permukiman itu, acap tidak layak huni lantaran kotor, lusuh, tidak sehat, tidak tertib, dan tidak teratur.
Ada empat model permukiman kumuh yang ada di Kota Semarang, yakni model optimal, pathological, premature, dan intermediate. Model pathological, biasanya terjadi di lokasi yang berdekatan dengan pusat aktivitas perdagangan, pertokoan, dan pasar. Pada lokasi tersebut, terlalu banyak migran berpendapatan kecil. Sementara model intermediate berada di pusat aktivitas pergudangan, transportasi kereta api, pelabuhan, atau pusat perdagangan. Sedangkan model prematur dapat dilihat pada permukiman nelayan di pinggiran kota. Pada optimal model, infrastruktur permukiman potensial namun pengakuan atas lahan tidak ada.
Tabel Data Permukiman Kumuh di Kota-kota Besar Tahun 2008
Kota
Jumlah Lokasi Permukiman Kumuh
Luas Permukiman Kumuh
Jumlah Bangunan di Lokasi Kumuh
Jumlah KK di Lokasi Kumuh
Jumlah Penduduk di Lokasi Kumuh
Semarang
133
40
7,365
8,239
32,956
Surabaya
141
59
6,158
6,958
27,832
Bandung
367
202
26,264
30,281
121,124

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya

Berdasarkan data tersebut menunjukkan jumlah penduduk di lokasi kumuh Kota Semarang cukup tinggi mencapai 32.956, lebih tinggi dari jumlah penduduk di lokasi kumuh Kota Surabaya. Jumlah KK di lokasi kumuh lebih besar dari pada jumlah bangunannya mengindikasikan bahwa terdapat beberapa KK dalam satu bangunan rumah dan KK yang tidak mempunyai bangunan rumah permanen.


Referensi
Bappeda Kota Semarang. Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang 2012. Semarang : Bappeda

Suara Merdeka. 42 Titik Jadi Sasaran Permukiman Kumuh, dalam http://www.suaramerdeka.com/harian/0502/07/kot10.htm, diunduh 8 April 2015


Departemen PU. Data Permukiman Kumuh Kota-kota Besar, dalam http://ciptakarya.pu.go.id/bangkim/kumuh/main.php?module=home, diunduh 8 April 2015

No comments:

Post a Comment